Surat Untuk Sumirah
🍀Surat Untuk Sumirah🍀
Sum,..angin di Belanda masih dingin.
Dan aku masih belum terbiasa dengan segalanya yang tiba tiba berbeda.
Tak ada sola sola dari surau tua milik uwak haji Barda, yang membangunkan kita untuk sembahyang setelah berjinabat dengan dinginnya air sumur kerekan.
Tak ada kokok si jalu dari kandang di belakang gubuk kita, yang meminta pintu untuk segera dibukakan.
Juga tak ada rengek si Ponang yang haus mencari tetekmu yang seringkali harus berebut dengan remasan jari tanganku.
Tanah ini masih begitu asing bagiku.
Sum,..pagi ini gerimis dan angin kencang sekali.
Tahukah kau, ada sesuatu yang harus kau ketahui.
Ketika aku datang memakai jas dan dasi,
Sedangkan aku hanyalah tukang tebang tebu musiman dan buruh tani.
Saat itu aku kelihatan gagah sekali, walaupun kurasa aneh dengan leherku yang bertali.
Dan mereka berbicara dengan bahasa yang tak kupahami.
Sedangkan kau tahu, hanya yes no tengkiyu dan nosemoking yang kumengerti.
Tempat ini masih sulit untuk kukenali.
Sum,..dari bilik kamar kecil yang ku dapat numpang dari orang baik yang kebetulan kutemui di bandara pagi itu.
Harus jujur kukatakan padamu, bahwa kita tertipu.
Tak ada kapal pesiar, restoran besar dan pabrik yang katanya akan menggaji tenagaku.
Tetapi hanya keterasingan dan kebingungan yang membuatku semakin pilu.
Lalu bagaimana dengan dua ekor sapi dan lima kambing yang kita pinjam dari bapakmu sebagai tumbal perjalananku?
Sungguh Sum,..seandainya tahu akan seperti ini ceritaku, mungkin dipan bambu beralas kasur lipat tipis yang kadang dihuni kutu busuk dan tengu adalah tempat terindah untuk mencumbumu.
Sum,...hampir enam minggu aku disini, rupanya aku tak sendiri.
Ada banyak cerita yang kudengar dan kuketahui.
Dari orang baik yang kebetulan kutemui, yang mencarikan kenalan dan membawaku kesana kemari.
Berburu pekerjaan dan kesempatan yang ternyata bak mencari jarum di tumpukan jeram, karena aku benar benar sendiri.
Tapi untunglah, ada teman senasib sebangsa yang lebih dulu tiba disini dan peduli.
Memberiku ladang sebagai babu dirumah bule tua yang tinggal sendiri.
Berdoalah sum, semoga dari sini mimpi kita bisa kumulai.
Sum,...musim masih belum memberi kehangatan, tetapi setidaknya ada secercah harapan dari apa yang kukerjakan.
Dari minggu ke bulan, tak terasa waktu berputar tanpa peduli, aku, kamu atau mereka yang terpasung rindu demi membangun masa depan.
Aku kangen kamu Sum...
Lekuk tubuhmu yang tidak seseksi bintang iklan, tetapi aku suka bau keringatmu ketika selesai kubawa meraih puncak kenikmatan.
Rambut ikalmu yang tergerai sedikit awut awutan.
Juga ketika malu malu kau raih kutang dan celana dalam yang berserakan.
Ahhh,..dingin tanah ini membuatku hanyut dalam lamunan .
Sum,...bilik kamar kecil itu sudah tak kutinggali.
Tetapi sebuah rumah kutempati bersama dua pasangan yang bukan suami istri.
Sepertinya hal ini sudah biasa disini, jujur aku takut sekali bila suatu saat akupun tertakdir menjadi lelaki yang menghianati istri.
Walaupun dengan dalil jarak dan musafir yang mencari rejeki.
Maka kefasikkan bisa dikebiri, lalu menempatkan diri sebagai korban situasi.
Demi Allah Sum,..tak pernah terniat sedikitpun dalam hati.
Meski kerap kali aku sangsi, pada mas Bandi pegawai kelurahan yang sering memandangmu sembuyi sembuyi ketika datang bertamu untuk memintaku memotong padi.
Sum,..semoga kau bisa menjaga kehormatan dan harga diri.
Dan semoga juga kita bukanlah termasuk orang orang yang diperbudak nafsu dan birahi.
Sum,...bulan depan katanya musim kembang akan datang.
Dan aneka rupa bunga akan tumbuh mewangi.
Sepertinya perjalanku di tanah ini akan segera dimulai.
Bertemu orang sebangsa dengan berbagai cerita demi meraih mimpi.
Benar Sum,...mereka yang kutemui, sangat peduli dan mudah berbagi.
Tetapi, ada perih yang tak mampu ditutupi.
Tentang ikatan suci yang akhirnya harus ternodai.
Tentang bahtera pernikahan yang berujung cerai.
Sum,....sungguh kupinta padamu.
Setialah, demi rumah gedong yang kujanjikan.
Setialah, demi kalung rantai botoran yang kau inginkan.
Setialah, demi cincin tebu ros-rosan yang kau
impikan.
Setialah, demi giwang monte emas manikam yang kau idamkan.
Aku yakin Sum,..tanah kota ini bisa menjadi teman bagi mereka yang beriman.
Aku percaya Sum, ..tanah kota ini bisa menjadi kerabat bagi mereka yang kuat dan ta'at.
Jadi,..berdo'alah Sum.
Kita akan sampai dipuncak mimpi dan harapan.
Sum,...kelak bila ku kembali,
Hanya akulah satu satunya lelaki yang menyentuhmu, seperti malam pengantin kita kala itu.
Akulah pemilik keperawananmu.
Sum,...semoga selama ku disini.
Hanya kamulah satu satunya wanita yang boleh kucumbu, seperti malam pengantin kita kala itu.
Kamulah pemilik keperjaka'anku.
Semoga ya...Sum,...Sumirah istriku.
Peluk rindu dariku,
Sabar Suripto.
Lisse, 05/03/2020
Pada sebuah kisah perjalanan
( merantaulah, agar kau tahu siksanya rindu)
Komentar
Posting Komentar