Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2021

Bapak

Gambar
 ~ Bapak~ Bapak, Dilenganmu yang kekar  Dulu, tempatku bersandar  Sesekali kau lepaskan tanganmu  Agar kuberani melangkahkan kakiku Kemudian tapak itu kian laju Hingga bisa berlari tanpa jemu Kau tersenyum sambil berkata "Sejengkal langkah adalah awal panjangnya perjalanan" Bapak, Kala itu hujan turun membasahi bumi Gigil dan dingin menyelimuti Lalu tanganmu mendekap kami Meski ibarat dari ranting basah, tetap kau nyalakan api Dengan pijar yang tak pernah mati Kau tersenyum sambil berkata "Kehangatan tak selalu dari yang menyala" Bapak, Lalu, muncul lengkung pelangi Diujung kaki langit setelah hujan usai Kau sentuh dagu kami agar tegak berdiri  Untuk melihat betapa besar kuasa Illahi Untuk menyaksikan perbedaan rupa yang serasi Sebelum keindahan warna itu pergi  Kau tersenyum, sambil berkata  "Kelak kau akan mengerti" Bapak, Lalu rembulan bertandang  Dari terang yang beranjak petang Kau gelar tilam bantal dan selendang Lalu kau biarkan mata kami terpejam

Suara Dari Bumi Cendrawasih

Gambar
 ~🪘Suara Dari Bumi Cendrawasih🪘~      (Aku Bangga Menjadi Orang Papua) Sepasang kaki telanjang kami Yang tak kenal perihnya duri dan tajamnya karang Sekujur kebal kulit tubuh kami Yang bersahabat dengan alam rimba dan ilalang Menjadikah asing bila kaki kami terbungkus sepatu? Menjadikah asing bila tubuh kami terbungkus celana baju? Bahwa sebenarnya kami menghargai semua itu. Dengan membaur membuka sekat dan pintu Tetapi,.... Sali dan koteka adalah simbol adi busana tradisi kami. Berlulur kapur, berkalung siung dan bermahkota bulu burung diatas kepala kami Adalah Kebanggaan tiada terperi Sebagai manusia merdeka yang berbudaya Apakah menjadi hina dan patut digelak tawa bila kami menyandangnya? Sementara tanah bumi ini Begitu ramah memeluk kami Pun bukit gunung dan pantai Begitu semilir mengirimkan buai mengelus raga kami Belum lagi kicau burung dan lembah hutan yang perawan Adalah kita yang lahir dalam ikatan semesta yang rupawan Aku bangga menjadi orang Papua Ketika Yamko Rambe Yamko

Mendem jarak

Gambar
 Mendem Jarak Wis dadi kulinane yen pendhak awan mulih sekolah, Kemat, Joko, Siti, Aripin, Sugeng, Dewi lan Waroh nglumpuk neng mbale omah suwung dhuweke Kaji Koseni. Sak liyane silir merga ana uwite jambu gelas lan pelem gadhung uga merga mestere mbale kui saka tegel alus, sing kanggone cah pitu kui krasa penak adem yen digawe dlosoran. Cah umur sepuluh sewelasan taun kui sak liyane kekancan uga tetanggan. Meh dina-dina dilakoni bareng kanti rukun ora tau congkrah. Ya kanca sekolah, kanca dolanan uga kanca ngaji gratis pendhak sore menyang sekolahane Pak Kudori. Terus yen ngadhepne Magrib padha nyang langgare Mbah Carik dhongkol, bablas blajar ngaji maneh karo mas Nur nganti munggahe Isyak. Yen bar Isyak'an terus mulih nyang omahe dhewe-dhewe. Kadhingkala yen malem minggu cah pitu kui padha nglumpuk nyang terase Mbah Mur sing jembar karo ndelok tipi ireng putih utawa mung arep ngrungkokne lucune dagelan Kartolo sing disetel banter teka radio tape. "Bariki adus kali yoh, karo

Surat Untuk Sumirah

Gambar
 🍀Surat Untuk Sumirah🍀  Sum,..angin di Belanda masih dingin. Dan aku masih belum terbiasa dengan segalanya yang tiba tiba berbeda. Tak ada sola sola dari surau tua milik uwak  haji Barda, yang membangunkan kita untuk sembahyang setelah berjinabat dengan dinginnya air sumur kerekan. Tak ada kokok si jalu dari kandang di belakang gubuk kita, yang meminta pintu untuk segera dibukakan. Juga tak ada rengek si Ponang yang haus mencari tetekmu yang seringkali harus berebut dengan remasan jari tanganku. Tanah ini masih begitu asing bagiku. Sum,..pagi ini gerimis dan angin kencang sekali. Tahukah kau, ada sesuatu yang harus kau ketahui. Ketika aku datang memakai jas dan dasi, Sedangkan aku hanyalah tukang tebang tebu musiman dan buruh tani. Saat itu aku kelihatan gagah sekali, walaupun kurasa aneh dengan leherku yang bertali. Dan mereka berbicara dengan bahasa yang tak kupahami.  Sedangkan kau tahu, hanya yes no tengkiyu dan nosemoking yang kumengerti. Tempat ini masih sulit untuk kukenali. S

Gerimis

Gambar
 ~Gerimis~ Esuk saya atis bareng cebloke gerimis Nambahi runtik ing ati kang tansaya giris Ijen neng kene kangelan lehku nyepi ndhepis Kelingan lelakon sing wus uwis Ahhh...nanging ora, Ora bakal ana kang bisa nampa Uga ora bakal ana sing bisa terima Kepiye anggonku uluk swara Gerimis tibane saya ngrecih Keranta uga kelara jibeg ati saya perih Ambeg abot nyangga seseg panase getih Anget ngraket pundhak alus pitutur jebul ana sing dipurih Ahhh....pancen angel, angel tenan Paring anthuking sirah pratanda ora kabotan Nerima wayuh, nyekseni kangmas tambah sisihan Senajan amung rupa salembar dluwang, pratanda yen paring pengestunan. Kok, ya tega temenan!!! Apa aku salah? Umpamane pilih pisah Tinimbang omah-omah, rebut bener wegah salah Tanpa esem, ilang adem anane mung gemberah Bebrayan iki wus ora ndalan, ajur bubrah Gerimis mudhun kaya wegah uwis Ngancani mendung atiku kang kebak tangis Paribasan rendheng ketiga lemahe tanpa nela Bareng mulya tegane atiku mbok gawe gela Kangmas,...becik a

Pagi Di Depan Rumahku

Gambar
 ~Pagi di depan rumahku~ Suasana basah dan berkabut menyambut pagi ketika kubuka selambu jendela. Sekumpulan burung hitam tampak bertengger diranting yang tak lagi berdaun. Kemudian terbang, meninggalkan dahan. Mungkin mencari makan direrumputan yang masih menyisakan bebijian. Terhenyak aku terpaku dalam sendiri. Menatap sekitar yang begitu sepi. Pintu-pintu yang terkunci. Mobil-mobil yang berjajar rapi bak tak berpenghuni. Meski langit tampak putih, tetapi dia tak menjanjikan kehangatan. Karena kuasa musim dingin telah sampai di putaran.  Mungkinkah berlindung dibalik selimut adalah pilihan? Mungkin sebagian orang akan memilihnya, dan menempatkannya sebagai keadaan yang harus dikeluhkan. Tetapi tidak bagiku!!! Dingin musim ini harus dikalahkan dengan semangat dan tekat. Bahwa hidup harus bergerak dan berjalan. Dan bertahun sudah kujalani putaran hari di benua ini. Rindu tanah kelahiran harus kutahan karena keadaan. Pelukan hangat mereka yang disana, menjadi cerita yang selalu kubangga
Gambar
  TOLERANSI "Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung" Sebelum menulis lebih panjang, perlu kujelaskan bahwa aku adalah seorang muslim.  Sejak tinggal di Belanda, tiap kali menjelang Natal dan tahun baru dimana-mana bertebaran hiasan dengan tema yang sama. Sinterklaas, pohon cemara, salju, kereta rusa, topi natal, lonceng dan juga lampu lampu hias yang berkerlipan. Di pusat-pusat perbelanjaan, jalanan, rumah-rumah dan perkantoran.  Demikian pula aku dan keluargaku. Dalam menghias pohon natal kita mempunyai pernak-pernik untuk kita gunakan tiap tahunnya. Dan pohon cemara yang kupilih adalah cemara dari plastik. Selain pohon natal, ada juga aneka hiasan yang kuletakkan diatas meja dan belakang jendela. Anak-anak yang mengatur pohon natal, suami yang menata lampu kelap kelip di kebun, aku sendiri bagian merapikan dan menyimpan hiasan lama untuk sementara. Sebelum kuganti dengan dekorasi natal. Ada kebersamaan dan diskusi yang hangat ketika kami melakukannnya.  Lalu apakah ser