Budak Nafsu Ibu Kost part 6


 ~ Budak Nafsu Ibu Kost~


Part 6

"Ndra aku takut, nanti kalau ketahuan orang tuaku bagaimana?" Lirih Tatia dengan seragam sekolah yang masih dipakainya.

"Kamu jangan cerita, pokoknya diam saja ya Ta," jawab Kalandra seolah mengarahkan.

"Kalau aku hamil bagaimana?" Bimbang Tatia menggambarkan kepolosannya.

"Justru itu Ta, kalau kamu hamil kita bisa menikah dan terus bersama." Imbuh Kalandra dengan yakinnya.

"Tetapi papaku tidak menyukaimu Ndra," lirih Tatia dengan pasrah sambil menahan sakit dibagian kewanitaannya yang baru saja dibobol lelaki muda kekasih hatinya.

"Itu kan baru kenal, nanti lama-lama papamu juga pasti suka," jawab Kalandra lagi.

"Ahhh... Ndra, kamu tidak mengerti dan tidak tahu bagaimana kerasnya papaku," ucap Tatia menahan segala perasaan.

"Aku mencintaimu dan pasti akan bertanggung jawab bila terjadi sesuatu Ta," ucap lelaki muda itu sambil mengelus rambut gadis pujaannya.

Darah muda yang masih panas panasnya, juga hasrat bercinta yang tengah memuncak memuncaknya seolah menuntun keduanya untuk mengulangi hal yang sama.

"Masih sakit Ndra," ucap Tatia sembari menangkupkan kedua pahanya.

Sementara tangan lelaki muda itu tak henti meremas buah dada yang sedang ranum ranumnya. Sesekali mulut usilnya menghisap putingnya dengan lembut seperti di film film biru yang pernah ditontonnya.

"Ahhh... Ndra, rintih Tatia kembali terbakar nafsunya.

"Nanti lama lama juga enak, kalau baru pertama memang begitu, berdarah dan perih," bisik Kalandra mulai memasukkan kelelakiannya untuk kedua kalinya.

"Ooouh.... Ndra," jerit Tatia sembari menutup mulutnya.

Dan begitulah, rumah yang kosong karena orang tuanya sedang pergi menginap di saudara yang punya hajatan, menjadikan kedua pelajar belia itu berbuat diluar batasnya.

Dan celana dalam serta sprei yang ternoda darah keperawanan Tatia menjadi saksi tentang hilangnya kegadisannya.


"Tahu apa kamu tentang tanggung jawab ha?" 

"Bocah ingusan mau sok jadi jagoan?"

"Mau menantang saya?"

"Heeeh, dengar yaaa anak kurang ajar, sampai kapanpun aku tidak sudi menerimamu, camkan itu!!!"

"Sekarang, pergi dari sini dan jangan pernah kembali lagi....keluar!!!!"

Teriak ayah Tatia yang menghardik dengan kasarnya ketika tahu bahwa anak gadisnya tengah berbadan dua.

"Tetapi om, kami saling mencintai dan....." ucap Kalandra masih mencoba menjelaskan niatnya.

"Omong kosong dengan cinta...cinta tai kucing."

"Pergi sekarang juga atau kuhajar kau seperti bapakmu dulu," geram lelaki itu semakin memerah padamkan mukanya.

"Papa kejam, papa masih saja menyimpan dendam dengan masa lalu kalian," teriak Tatia dari pelukan mamanya.

"Sekarang Tatia tahu, kenapa tante Ningrum lebih memilih Om Barlin. Karena kearoganan dan keangkuhan papa yang tidak mau peduli dengan perasaan orang lain, juga kepada anak sendiri," jerit Tatia semakin menjadi jadi ketika Kalandra beranjak pergi.

"Masuk ke kamarmu, kemasi barang- barangmu dan besok jangan lagi pergi ke sekolah. Kau akan kukirim ke kampung tempat budhemu, bikin malu orang tua saja bisamu," bentak lelaki itu dengan Nada yang masih tinggi terbakar emosi.

"Mama...tolong Tatia ma, Tatia mencintai Andra," rintih gadis itu penuh harap kepada mamanya yang sejak tadi hanya bisa memeluknya sambil meneteskan air mata.

"Mama tahu sifat papamu, tak ada yang bisa merubah keputusannya" lirih suara wanita itu sambil mengusap pipi anaknya yang banjir karena tangisannya.

"Ma,...bantu anakmu berkemas, besok subuh kita bawa dia ke mbakyumu di kampung. Nanti biar aku yang menjelaskan semua kepadanya," ucap lelaki itu seraya berdiri dan masuk ke ruang tengah kemudian menelepon seseorang.


Setelah pertemuan di hotel tempat Virly dan Kalandra berbulan madu, ternyata ada kisah lama terpendam yang terungkap dengan tanpa sengaja.

Kisah percintaan Kalandra dan Tatia.

Yang terjebak oleh keegoisan orang tua.

Kini mereka bertemu kembali dengan status dan keadaan yang berbeda.

"Pagi itu dan setahun setelahnya aku menetap di tempat budheku, aku dikucilkan dari keluarga karena kehamilanku dianggap aib oleh papaku," menerawang mata Tatia seolah menguliti masa lalunya.

Sementara Kalandra mendengarkan dengan seksama setiap bagian cerita dari kisah delapan tahun yang ditinggalkannya.

"Dia anakku Ta?" Rangkul Kalandra dipundak wanita yang kini tampak anggun dengan dandanannya. Sementara matanya tak lepas memandang sebuah foto dilayar gadgetnya, bocah lelaki tampan dengan seragam merah putihnya.

"Andratya Berlindio Bagaswara sebuah nama yang kupilih sendiri untuknya, meski awalnya papa menolak nama itu, karena masih mencium bau namamu. Tetapi kelembutan budheku telah berhasil mengalahkan keras hatinya."

Pelan dan dengan isak yang tertahan Tatia mencoba memberi penjelasan.

"Dimana anakku Ta?" Tak sabar Kalandra menunggu jawaban dari pertanyaan yang sejak tadi ditunggunya.

"Kenapa kau tak mencariku Ndra? Kau begitu mudah melupakanku, sementara aku hampir mati ketika melahirkan anakmu," tatapan mata Tatia seolah menagih tanggung jawab dari lelaki yang pernah begitu dirindukannya.

"Setahun setelah kamu pergi, keluargaku pindah ke Makassar. Karena papaku mendapat tugas dari Dinas kesenian disana. 

"Tiga tahun kita disana, sebelum akhirnya kembali lagi ke Yogjakarta dan menetap sampai sekarang. Aku mencoba mencari jejakmu Ta, tetapi kau dan keluargamu seakan hilang sekembalinya kami dari Makassar.

"Kita pindah ke Bali setelah papa menjual rumah kami, disana kita hidup dengan memulai segala sesuatu yang bagiku benar- benar baru." Ucap Tatia sambil meminum wedang jahe madu yang dipesannya.

"Dan Andra hidup dalam asuhan budhe di kampung, bisa kau bayangkan betapa beratnya hidupku saat itu Ndra, dipisahkan denganmu, lalu dipisahkan pula dengan anakku oleh papaku," isak Tatia yang tak terbendung lagi pecah tangisnya.

"Aku pernah mencoba bunuh diri dengan meminum racun serangga, berharap semua beban sirna dan menyudahi semuanya. Dua hari katanya aku tak sadar diri. Tetapi Tuhan masih menyayangiku dan belum memberikan waktuku untuk mati," sedikit senyuman Tatia seolah menertawakan dirinya sendiri.

"Lalu...."

"Lalu, entah kasihan atau ketakutan akhirnya papa mengambil Andra yang saat itu berusia enam bulan untuk tinggal bersama kami di Bali." 

Dan sejak saat itu, aku sendiri yang mengasuhnya bersama mama karena papa tidak lagi tinggal bersama.

"Maksud kamu....?"

Belum lagi Kalandra selesai bicara Tatia sudah memberikan jawabnya.

"Sejak Andra tinggal bersama, papa semakin sering uring- uringan tak jelas sebabnya. Sifatnya juga sangat kasar ke Andra. Hal itu membuat mamaku semakin tidak betah untuk terus hidup bersama, belum lagi segala masalah kecil yang selalu berujung keributan."

"Mereka cerai?" Tanya Kalandra.

"Yaaa....karena papa yang masih menganggap papamu yang merebut kekasihnya, dan mamaku merasa hanya dijadikan pelarian sakit hatinya." Jawab Tatia dengan senyum tipisnya.

"Lalu bagaimana ceritanya sampai kau bertemu dengan om Ben?" Selidik Kalandra semakin penasaran.

"Sebenarnya panjang ceritanya Ndra, dari tadi aku terus yang ngoceh. Sekarang ganti kamu dong. Cerita dong bagaimana perjalanan hidupmu setelah kita pisah sekolah," ucap Tatia sambil menepuk punggung tangan Kalandra.

"Suatu saat akan aku ceritakan padamu Ta," jawab Kalandra sambil menghelakan nafasnya.

"Sejak pisah dengan papa, kami pindah ke Denpasar. Menyewa sebuah rumah kecil untuk kami bertiga. Kedua kakakku ikut tinggal bersama papa. Mama bekerja serabutan di sebuah biro perjalanan demi membiayai hidup dan sekolahku saat itu." Sambil menerawang jauh, Tatia menceritakan hidupnya kala itu.

"Dan Om Ben?" Tanya Kalandra tidak sabar menunggu jawaban.

"Setahun yang lalu, ketika kami tampil di sebuah hotel, aku kenal dengannya. Lelaki ramah dan dewasa yang begitu menyayangi dan mengayomi aku, Andra dan mama." 

"Tampil di hotel? Maksudmu?"

"Aku pemain violin dan penyanyi solo dari sebuah grup musik Ndra," jawab Tatia datar.

"Apakah om Ben tahu bahwa Andra adalah anakmu?" Tanya Kalandra lagi.

"Belum Ndra, untuk yang satu itu aku belum berani menceritakannya. Yang dia tahu Andra adalah anak dari saudara jauh mamaku." Jawab Tatia dengan tangis yang tak mampu lagi ditahannya.


Sebuah perjalanan hati dan cinta yang rumit.

Haruskah Kalandra meninggalkan Virly yang begitu mencintainya?

Haruskah Tatia mencampakkan kebaikan om Bernard yang begitu tulus menyayangi dia dan keluarganya.

Sebuah pergulatan hati yang begitu berat untuk dijalani.

Sebuah pilihan yang begitu sulit untuk diputuskan.

Haruskah Kalandra dan Tatia menghancurkan semuanya demi cinta mereka yang tertunda?

TAMAT

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terompah Kyai Ngabdulah

Randha Bingung #8

Sukarni #5