Dendam perundungan#1


 👻Dendam Perundungan👻


,#Bullying

Lorong sekolahan itu tiba tiba saja sepi tak berpenghuni.

Ricky, Laura, Ann, Daan dimana kalian? 

Rutuk hati Boy sambil terus berlari.

Sialnya semua pintu kelas terkunci dan hanya ruang laboratorium yang sepertinya masih terbuka.

"Auuuh...sialan, umpat Boy ketika kakinya terantuk pembatas taman saat hendak mengambil jalan pintas.

Boy jatuh terjerembab, dan di belakangnya tampak Corry semakin mendekat.

Dengan pisau tajam mengkilap yang berlumur darah.

Juga noda darah segar membasahi seragamnya yang koyak disana sini.

Tinggal beberapa langkah lagi,

Dan,...

"Ampun Corry.... ampun," teriak Boy ketika gadis belia itu siap menghujamkan pisaunya tepat di dadanya.

"Aaaaah,..." Teriaknya disertai keringat yang membanjiri tubuhnya.

"Hei...bangun, bangun...nanti kesiangan, makanya kalau minggu jangan suka begadang nonton film horor, jadi kebawa mimpi kan?" Ucap tantenya yang kebetulan menginap dirumah itu sembari menepuk pipi Boy.

Rupanya mimpi buruk telah membuatnya mengugau bahkan berteriak dalam tidurnya.


Tampak kerumunan dan mobil polisi juga ambulance di depan sekolahan Boy.

"Ada apa ya? Kok tumben macet jalanan ini?" Batin Boy yang terpaksa harus menghentikan motornya karena terjebak kemacetan.

Sementara 15 menit lagi upacara bendera dimulai.

"Bisa telat nich kalo caranya begini," umpatnya sambil berusaha keluar dari panjangnya antrian kendaraan.

"Nggak usah keburu Boy, hari ini nggak ada upacara bendera," seru sebuah suara dari dalam mobil yang juga terjebak macet.

"Ehh... Pak Wil, selamat pagi pak," sapa Boy begitu menoleh ke pemilik suara yang ternyata adalah guru Matematika di sekolahnya.

"Kok macet, ada apa ya pak?" Tanya Boy.

"Belum jelas beritanya, tapi upacara bendera untuk hari ini memang ditunda karena ada sesuatu di sekolah kita," jawab Pak Wil dari balik setir kemudinya.


"Corry gantung diri di kamar mandi sekolah Boy," bisik Daan berusaha menutupi kegelisahannya.

"Yang benar kalo ngomong!" Sahut Boy tak kalah terkejut.

Baru saja beberapa langkah keduanya meninggalkan tempat parkir kendaraan, seseorang memanggil mereka.

"Boy, Daan tolong kalian ke kantor kepala sekolah sekarang, dari tadi pak Kepsek menunggu kalian," ucap Bu Mer.

Seketika keduanya berpandangan.

"Aku takut Boy," bisik Daan.

"Memangnya kenapa harus takut?" 

"Corry meninggalkan surat dalam saku bajunya," jawab Daan menunduk pucat.

"Surat untuk siapa?" tanya Boy.

"Soal dompetmu yang hilang jumat minggu lalu," jawab Daan dengan suara yang bergetar.

"Masuklah," ucap pak Kepsek ketika keduanya sampai di ruangannya.

Tampak pula Ricky, Laura dan Aan yang tertunduk ketakutan.

Bahkan Laura menangis sesenggukan.


"SEKALIPUN AKU MISKIN, TETAPI AKU BUKAN MALING. KALAU HANYA KARENA NILAI YANG KALAH, KENAPA HARUS MEMFITNAH?

 KALIAN ( Boy, Ricky, Laura, Aane, Daan) YANG HARUS BERTANGGUNG JAWAB MEMBERSIHKAN NAMAKU DI SEKOLAH INI. SEKALI LAGI AKU BUKAN MALING" 


Sebuah surat ditemukan dalam saku seragam Corry yang ditemukan gantung diri oleh bu Ella guru Biologi ketika hendak ke kamar mandi.

"Untuk keterangan lebih lanjut, kalian akan dibawa ke kantor polisi, karena kalian masih dibawah umur, jadi pihak sekolah akan mendampingi juga nanti orang tua kalian akan menyusul," ucap seorang polisi kepada kelima bocah yang mulai tampak pucat ketakutan.

Sementara di halaman sekolah tampak ambulance dan beberapa mobil polisi.

Demi kelancaran pengusutan kasus bunuh diri, hari itu semua murid diliburkan.


Kantor polisi dimana kelima pelajar itu hendak menjalani pemeriksaan tampak mulai ramai. Selain upacara tiap hari Senin, kasus Corry rupanya langsung menyita perhatian pewarta.

"Tunggu sampai beritanya jelas ya mas- mas dan mbak-mbak, jangan menulis tanpa bukti dan membuat opini sendiri." Ucap seorang petugas kepolisian kepada para wartawan yang sudah bergerombol di ruang tunggu.

"Kalian akan kita mintai keterangan satu persatu secara terpisah, jawab dengan jujur sesuai dengan yang kalian ketahui," ucap seorang penyidik kepada kelima bocah yang mulai tampak pucat ketakutan.

"Saya tidak tahu kalau akan seperti ini akibatnya pak," ucap Laura mulai menangis tersedu.

"Lha memangnya apa yang kamu lakukan?" Tanya pak polisi itu dengan tegas.

"Saya takut pak, nanti saya......" Sejenak Laura berhenti berbicara.

"Saya hanya ikut- ikutan ide teman-teman," ucap Laura sambil menutupkan tangan ke wajahnya.

"Saya takut, mama....mamaaaa." Dan anak ABG itupun mulai menangis histeris memanggil manggil mamanya.

Demikian ketiga teman lainnya, mereka mengatakan hal yang sama.

"Hanya ikut-ikutan."

"Tidak menyangka kalau Corry akan bunuh diri."

Lalu siapa dalang dari semua ini?


Dari pagi sampai tengah hari polisi sibuk mengorek informasi dari saksi, dan juga mengumpulkan berbagai benda-benda yang bisa mengarah menjadi barang bukti.

"Selamat siang Ndan, ada beberapa surat lagi yang ditemukan di berbagai tempat di sekolahan mereka. Juga ada sebuah amplop berisi foto," ucap seorang polisi kepada atasannya.

"Bawa kesini dan kumpulkan bersama barang bukti yang lain," perintah sang atasan.

"Siap Ndan" jawab sang rekan.


"KELUARGA TERHORMAT TETAPI BERKELAKUAN BEJAT, SEMOGA SYAL MERAH INI BISA MENGUNGKAP KEBUSUKAN YANG BERTAHUN DISEMBUNYIKAN"


Sebuah pesan pendek ditulis dengan tinta warna merah yang sengaja dijadikan satu dalam amplop berisi selembar foto.

"Benar ini foto mama saya pak, dan syal yang dipakai sepertinya sama, tetapi sepertinya ini juga foto lama, dan mama saya sudah meninggal." Ucap Boy ketika penyidik menunjukkan foto itu padanya.

"Kapan mamamu meninggal?" 

"Dua tahun yang lalu pak," jawab Boy sambil tetap menundukkan kepalanya.

"Kamu berapa bersaudara dan dirumah tinggal bersama siapa saja?" Tanya penyidik dengan ramah. Karena yang sedang dihadapi adalah remaja yang masih dikategorikan sebagai anak-anak.

"Bersama papa, dua kakak laki-laki dan pembantu, satu kakak perempuan saya tinggal diluar kota untuk kuliah," jawab Boy dengan ketakutan yang tak mampu dia sembunyikan.


Dan hari yang panjang itu telah mengerucutkan hasil di satu titik.

Kenapa dan bagaimana kejadian sebenarnya sampai Corry memutuskan untuk mengakhiri hidupnya di sekolahannya dengan menyebarkan surat-surat di laci meja guru, kotak pos sekolah, juga di locker-locker siswa yang terletak dibelakang gudang olah raga. 

Sebuah surat yang berisi dengan berbagai pembelaan, pengakuan, bahkan ancaman kepada beberapa nama teman sekolahnya.

Yang membuat "kelima sekawan" yang kini sedang menghadapi penyidikan semakin ketakutan.

Sebuah dendam yang begitu hitam.

Akankah semua cerita terkuak?

BERSAMBUNG

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sukarni #5

Abot

Entah Berapa Purnama