Dendam perundungan#2
~ Dendam Perundungan~
Part2
Dengan dasar kelima anak itu masih dibawah umur, dan korban meninggal karena bunuh diri akhirnya mereka hanya dikenakan peringatan dan bimbingan mental psikologis oleh organisasi perlindungan anak.
Tak ada penahanan fisik, tetapi mereka masing-masing mendapat pendampingan seorang psikiater karena kematian Corry meninggalkan trauma dan ketakutan yang mengarah ke depressie yang parah.
"Kalau saja Boy tidak bertindak bodoh, setidaknya aku tidak akan menjadi pesakitan seperti sekarang ini" rutuk Rey yang kini duduk di kursi tersangka atas kejadian krinimal yang sudah hampir satu setengah tahun dipendam dan ditutupi oleh keluarganya.
Sementara Marry duduk di seberang sebagai saksi korban yang didampingi oleh penasehat hukumnya.
"Saksi korban adalah orang dengan keterbelakangan mental, bagaimana mungkin dia bisa bercerita dengan benar? Ditambah pula dengan kejadian yang sudah lebih dari setahun, rasanya sangat tidak mungkin klien kami melakukan pemerkosaan tanpa bukti yang kuat." Ucap sang pengacara berusaha memberikan pembelaan.
Debat dan adu bukti disertai interupsi mewarnai jalannya persidangan.
Diruang sidang hadir pula keluarga Corry yang tampak gelisah dan ketakutan.
Sebagai keluarga miskin, mereka sangat segan dan sungkan bila harus menuntut keadilan kepada sang majikan.
Sementara perdebatan masih belum menemukan kesepakatan hingga harus dilanjutkan minggu depan.
Siang itu, kembali sebuah kelas di sekolahan itu tampak ramai.
"Daan kesurupan, kesurupan"...teriak beberapa murid dengan ketakutan.
"Bukan aku Cor...bukan aku yang menaruh dompet Boy kedalam tasmu Corry," teriaknya sambil menutup mata seolah ada Corry dihadapannya.
Sementara dibangku belakang tampak Ricky yang pucat pasi karena ketakutan.
Badannya gemetar dan keringat dingin bercucuran.
Tiba-tiba tangannya menggebrak meja.
"Gara-gara menuruti ajakan Boy semua jadi begini. Aku tidak mau mati Corry, ampuuuuun," jeritnya sebelum tubuhnya limbung dan jatuh ke lantai.
Suasana semakin bising.
Kepanikan dan ketakutan membuat kedua siswa itu dibawa ke ruang UKS untuk ditenangkan.
Sementara seminggu yang lalu Laura, teman satu gank mereka telah mengakhiri hidupnya dengan cara meminum racun serangga karena tidak tahan dengan "teror" arwah Corry yang menuntut balas akan perbuatannya.
Bagaimana dengan Aane dan Boy?
Keduanya duduk dalam kelas yang sama. Setelah kejadian di kelas Daan dan Ricky, keduanya tampak tak banyak bicara.
Sering melamun sendirian.
"Seandainya dulu kamu tidak punya ide itu, mungkin sekarang Laura masih ada. Semalam aku bermimpi ketemu dia, dia bilang aku yang harus bertanggung jawab, karena yang memasukkan dompetmu ke tasnya dia adalah aku," ucap Anne setengah berbisik.
"Ahhh...itu karena kamu yang ketakutan sendiri, mana ada orang mati kok bisa titip pesan, ahhh....sudah gila kamu Aan" jawab Boy dengan berbisik tetapi nadanya seolah mengejek cerita temannya tentang mimpinya.
"Terserahlah...kamu boleh percaya atau tidak, tetapi Corry dan Laura itu masih ada di sekitar kita. Kemarin aku lihat mereka dalam barisan upacara," lanjut Aane lagi.
"Sudah....sudah ahhh....semakin kacau pikiranmu Aan,...mana ada orang mati ikut upacara bendera. Dasar gila....." Damprat Boy sambil berlalu pergi.
Tetapi tiba-tiba.....
Bruuuuuk......anjinggggg
Teriak Boy yang jatuh terjerembab mencium lantai, karena kakinya kesrimpet tali tas yang menjuntai.
Benturan keras persis di wajahnya menyebabkan mimisan yang parah. Darah mengucur deras dari hidungnya dan membasahi baju seragamnya.
Semua panik.....karena pendarahan ini tidak sewajarnya mimisan biasa.
Hingga harus dilarikan ke RS.
Gawat!!!!
Sementara itu di pengadilan semua kembali dilanjutkan.
Setelah dua minggu berjeda, persidangan kembali dibuka.
Tampak keterangan karena hari itu adalah saatnya menerima keputusan.
Wajah-wajah tegang tampak menghiasi raut muka pengunjung sidang.
Semua berjalan lancar. Hingga saatnya pengacara dari pihak keluarga Corry dipersilahkan untuk menyampaikan keterangannya.
"Selamat siang dan terima kasih atas waktunya, sebagai aparat penegak hukum saya telah disumpah atas profesi saya. Setelah melalui proses sepanjang ini, tentang syal merah dalam foto yang ditemukan, yang sama dengan yang dikenakan oleh almarhumah ibunda Boy, maka bisa dipastikan bahwa barang bukti itulah yang digunakan untuk menyumpal mulut korban saat terjadinya pemerkosaan. Dan juga menurut keterangan korban, ketika dia tidak bisa berteriak yang dia lakukan adalah mencakar punggung tersangka hingga terluka. Kemudian melepaskan korban dari tindihannya. Yang saat itu digunakan korban untuk lari dengan syal yang masih menyumpal mulutnya."
"Interupsi pak Hakim," tiba-tiba dari seberang meja terdengar suara penasehat hukum keluarga Boy mencoba memotong keterangan pengacara.
"Interupsi ditolak, saudara pengacara silahkan melanjutkan keterangan," ucap Hakim ketua.
"Terima kasih yang mulia, bagaimana korban bisa memastikan punggung terdakwa terluka? Karena ada darah dan kelupasan kulit disela- sela kukunya. Untuk memastikan apakah itu benar. Silahkan terdakwa untuk membuka baju dan menunjukkan punggung dihadapan persidangan yang terhormat ini.Terima kasih."
Ucap sang pengacara mengakhiri keterangan dengan sebaris senyum kemenangan.
Seluruh hadirin sontak bertepuk tangan, kecuali dari pihak lawan.
Dan, sepandai-pandai membungkus bangkai, akhirnya busuknya tercium juga.
Rey tak mampu mengelak ketika semua orang melihat bekas luka cakar memanjang di kedua sisi punggungnya.
Dan hukuman empat tahun penjara harus diterimanya sebagai balasan atas kebejatan nafsunya.
Memperkosa anak pembantu dan sopir keluarganya yang cacat mental.
Biadap!!!!
"Sudah malam Anne, tidur dulu yuuuk, besok harus ke sekolah kan?" Ucap wanita itu kepada anaknya.
"Iya ma, sebentar lagi Anne ke kamar," jawab anaknya.
Suasana malam yang disertai hujan deras membuat seluruh keluarga itu tertidur pulas.
Tetapi tidak dengan Anne. Dia masih tampak gelisah diatas tempat tidurnya.
"Iya....iya, aku datang." Bisiknya lirih sambil berjalan pelan.
"Tunggu sebentar, aku ambil talinya," bisiknya lagi seraya membalikkan badan mencari tali yang biasa digunakan untuk kegiatan pecinta alam di sekolahnya.
Perlahan pintu dapur dibukanya. Tak ada yang mendengar. Karena deras hujan disertai suara guntur yang menyambar.
Entah kekuatan apa yang menuntun gadis itu.
Di dahan pohon mangga belakang rumahnya dia mengakhiri hidupnya dengan menjerat lehernya tanpa diketahui oleh siapapun juga.
Bunuh diri!!!
Pagi di sebuah Rumah Sakit kota itu, terjadi kehebohan. Dimana seorang pasien berusaha bunuh diri dengan berusaha meloncat dari lantai atas gedung itu.
Beruntung seorang satpam berhasil menggagalkan niatnya.
"Temanku ada disana....temanku ada disana..."teriaknya sembari menunjuk kebawah.
"Iya, kita temui temanmu dibawah lewat lift, bukan meloncat. Itu berbahaya, bisa mati kamu," ucap pak satpam sambil terus memegangi tangan pasien yang terus meronta.
"Tampaknya rumah sakit khusus kejiwaan yang bisa menanganinya pak, kami takut kalau kita lengah bisa terjadi hal yang tidak di inginkan." Kata dokter yang merawat Boy
"Apakah anak saya gila dok?" Tanya si bapak lagi.
'Boy tidak gila, tetapi tekanan mental dari kejadian di sekolah dan dua temannya yang mati bunuh diri membuatnya seperti ini. Selalu ketakutan dan gelisah tanpa alasan" Jawab dokter dengan jelas.
"Apakah ini jalan satu- satunya dok?
"Yaaa...harus dengan perawatan khusus pak, sedangkan disini Rumah Sakit Umum. Fasilitas kami untuk pasien dengan sakit fisik." Jawab dokter.
Setelah beberapa hari dirumah, ternyata kondisi Boy semakin parah.
Ketika papanya mendatangkan Daan dan Ricky dia hampir tak mengenali lagi.
"Apa sebenarnya yang kalian lakukan selama ini terhadap Corry di sekolah?" Tanya papanya Boy.
"Kami hanya menuruti ajakan Boy untuk membully om," jawab Daan menunduk ketakutan.
"Hanya itu, bagaimana dengan tuduhan mencuri uang Boy?" Lanjut lelaki itu.
"Sebenarnya Anne yang memasukkan dompet Boy kedalam tas Corry. Kemudian guru BP datang memeriksa tas kami satu persatu setelah mendapat laporan dari Boy bahwa dompetnya hilang." Jawab Ricky.
"Dan di dalam tasnya Corry dompet itu ditemukan? Lalu Corry harus membuat pengakuan lewat microphone sekolahan bahwa dia pencurinya. Dan murid satu sekolahan semua mendengarnya? Keterlaluan...!!!" Geram lelaki itu meneruskan jawaban akibat dari perbuatan anaknya.
"Jangaaaaan..... jangan....jangaaaaan Corry, ampuuuuun," tiba- tiba terdengar teriakan Boy dari dalam kamarnya. Sementara posisi tubuhnya menelungkup seolah sembunyi dari seseorang dengan kaki yang dirantai.
Karena beberapa kali Boy kedapatan bertindak yang membahayakan nyawanya.
Bergegas lelaki dan kedua bocah itu menuju asal suara.
Tampak Boy telanjang dada dengan serpihan baju yang sudah dicabik-cabiknya sendiri dengan tangannya.
"Tuhan....ampuni dosaku," desah lelaki itu ketika membaca selembar surat yang tergeletak diatas lantai tak jauh dari tubuh Boy. Sebuah surat yang tertera tanggalnya enam bulan yang lalu.
"MUNGKIN KARENA KITA MEMPUNYAI DARAH YANG SAMA, SEHINGGA KEPANDAIAN KITAPUN HAMPIR SAMA. TETAPI SAYANG BOY, NILAIMU BELUM MAMPU MENGALAHKAN NILAIKU. MUNGKIN KAMU BELUM TAHU, BAHWA IBUKUPUN MENJADI KORBAN NAFSU BEJAT PAPAMU KETIKA KAMU MASIH DALAM KANDUNGAN. SEHINGGA LAHIRLAH AKU DARI RAHIM PEMBANTU. PERBUATAN ORANG YANG BERNAFSU BINATANG. SAMA SEPERTI KAKAKMU KETIKA MEMPERKOSA MARRY.
MANUSIA BEJAT YANG GILA HORMAT!!!!
Seketika lelaki itu tertunduk lesu, memandangi tubuh anak lelakinya yang meringkuk ketakutan di sudut kamarnya.
TAMAT
Komentar
Posting Komentar