Anakku Anak Majikanmu
Anakku Anak Majikanmu
Jakarta, 2020
Bandara Soekarno Hatta.
Malam menjemput kedatangan Milah yang baru mendarat.
Penerbangan Hongkong-Jakarta cukup melelahkan badannya yang sedang hamil muda. Rambut dicat pirang serta softline warna biru ala Eropa menghiasi wajahnya, tak lupa hotpants dan blues tanpa lengan serta sepatu kekinian melengkapinya.
Plus tas Gucci dan kacamata hitam KW super menyempurnakan penampilannya sebagai seorang TKW yang baru datang kembali ke tanah air.
Setelah transit selama dua jam di Jakarta, Milah masih harus melanjutkan penerbangan ke Yogjakarta. Baru kemudian melanjutkan dengan jalur darat menuju sebuah Kota kecil di daerah pegunungan di Jawa Tengah.
"Sebagai lelaki dan sebagai suami, sulit bagiku menerima kenyataan ini Mil, dibilang cinta, aku memang sangat mencintaimu. Tetapi bila aku harus mengakui bayi ini sebagai anakku rasanya....," sejenak Dawam menghela nafas dalam- dalam.
"Mas, sejak awal sepertinya kau tak percaya bahwa ini anakmu ya, masih juga kau tuduh aku tidur dengan orang lain? Apa kau pikir aku semurah itu?" Sela Milah sebelum suaminya menyelesaikan kalimatnya.
"Aku tak menuduh Mil, tetapi kenapa baru tujuh bulan pulang ke Indonesia kau sudah melahirkan" tanya Dawam.
"Kenapa pula bayi ini berkulit putih dan bermata sipit?" tambah Dawam lagi.
"Mas, aku itu disana cuma babu dengan segala keterbatasan, bagaimana mungkin aku bisa berbuat sebebas di negaraku sendiri?" Jawab Milah ketus seolah enggan untuk disalahkan.
"Sekarang begini saja Mas ... kalau kau tak bisa menerimaku, silahkan ceraikan aku dan keluar dari rumah ini. Ongat ya Mas, rumah besar dan mobil serta seluruh perabotan mewah ini adalah hasil keringatku mbabu tujuh tahun di Hongkong, juga sawah yang sekarang digarap oleh kakakmu itu juga milikku, sekarang kau masih memperkarakan kehamilanku?" Hardik Milah dengan kasar mengungkit ungkit semua yang telah dihasilkan dari kerjanya menjadi TKW.
"Kau datang cuma modal selakangan sama badan Mas, sekarang kita sudah punya semuanya dan sekarang Bhiran sudah hampir masuk SMP, harusnya kamu itu bahagia karena kita bisa menyekolahkan anak hingga ke pendidikan tertingginya tanpa bingung soal biaya, ehhh...sekarang masih menuduh aku selingkuh, memang semua orang lahiran harus sembilan bulan?" Cerocos Milah seolah tidak mau dianggap salah dan rendah.
"Sudah ... sudah, tidak usah diributkan lagi. Aku terima semua ini demi masa depan Mil, tidak baik juga kalau di dengar tetangga bila tiap hari ribut," pasrah Dawam yang merasa malu dan kecewa dengan semua ocehan dan umpatan istrinya.
Tiga tahun berlalu, bayi perempuan bermata sipit berkulit putih itu tumbuh menjadi balita yang sehat. Usaha Milah dan Dawam sebagai pemasok dan penyedia pupuk dan aneka kebutuhan pertanian bertambah maju.
Sebuah toko besar di pinggir jalan, lengkap dengan lima orang pegawai dan tiga armada pickup sebagai alat transportasi pengantar pesanan ke pembeli yang kebanyakan berasal dari penduduk desa dan sekitarnya.
Secara ekonomi memang kehidupan keduanya boleh dibilang berkecukupan.
Tetapi kasak kusuk warga tetap saja terdengar di telinga Dawam seiring usia bayi Keyke yang semakin tumbuh berkembang dengan sehat.
"Itu kan anak Cina, bukan anak si Dawam."
"Lelaki gak berharga diri, mau saja dibohongi istri."
"Wong di luar negeri jadi pelacur, ya wajar kalau hidupnya makmur."
"Hidup enak tetapi menjual tubuh istrinya."
Dan segala suara suara sumbang yang semakin lama semakin kencang.
Membuat Dawam semakin gundah.
Disatu sisi dia bahagia dengan usaha yang dirintisnya dari nol bersama Milah.
Meski dia sadar bahwa modal awalnya tetap saja dolar Hongkong.
Tetapi melihat balita gemuk yang sedang lucu lucunya itu, semakin yakin bahwa Keyke bukanlah darah dagingnya.
Kemewahan dan kesejahteraan hidupnya seolah tergadai dengan harga dirinya.
Dan, seperti sudah tradisi warga di daerah itu, para wanita pergi merantau ke luar negeri menjadi TKI baik secara legal atau ilegal. Tetapi kenyataanya memang rata-rata mereka sukses. Rumah megah, sawah dan mobil adalah tiga paket target wajib bagi mereka.
Demikian pula dengan Milah, sekalipun dia boleh dikata telah memiliki segalanya.
Tetapi tawaran untuk pergi ke Amerika dari seorang temannya seolah mengiming imingi dirinya. Apalagi si teman satu kampungnya itu memang telah sukses setelah sepuluh tahun di Amerika.
"Apalagi yang hendak kau cari Mil, tidakkah semua ini kau rasa cukup? Lalu siapa yang akan mengasuh Keyke? Aku sudah sibuk di toko, apa tidak bisa kau urungkan niatmu?" Ucap Dawam kala itu seolah keberatan dengan keinginan istrinya yang tergiur dolar Amerika.
Toh pada akhirnya Milah pergi juga.
Setahun berlalu, kiriman uang Milah belum menunjukkan nilai yang luar biasa seperti yang diceritakan oleh temannya.
Untuk mengasuh balitanya, sengaja Milah meminta ibu dan kakaknya agar tinggal dirumah besar mereka. Itung-itung sambil membantu pekerjaan Dawam.
Tetapi tidak demikian halnya dengan Dawam.
Trauma tentang kepergian istrinya ke luar negeri dan gunjingan masyarakat membuat hatinya tidak kuat.
"Ahhh ... Untuk sekelas Hongkong saja Milah bisa tergoda, apalagi di Amerika," batin hati Dawam mulai gamang.
"Negara besar dan maju penuh dengan kemoderenan, apa mungkin Milah bisa kuat Iman?" Bisik batinnya mulai curiga.
"Aku tak ingin lagi menjadi bapak dari anak yang bukan benihku," gusar hati Dawam mulai dipenuhi keraguan.
"Aku punya harga diri, aku lelaki sejati, aku harus berani mengambil keputusan," tekad niat Dawam meyakinkan.
"Milah, aku tak ingin lagi harus menjadi bapak dari anak majikanmu, maka sebelum semua terjadi lebih baik aku menceraikanmu."
Jiwa kelekakiannya berkobar dan terbakar oleh keadaan dan kenyataan.
Dan pagi itu tampak Dawam berada di kantor Pengadilan Agama untuk mengajukan gugatannya...perceraian !!!!!
Sementara di salah satu sudut kota New York, di sebuah diskotik tempat mangkal orang orang Asia. Tampak Milah sedang berhura hura bersama kawan kawannya, sebotol minuman keras tampak berkali kali diteguknya.
Ahhh ... Milah, semoga kebebasan adidaya tidak mempecundangi kodratmu sebagai wanita yang menjadi pahlawan devisa.
Dan semoga tidak ada benih yang tumbuh di rahimmu, karena Dawam telah bersiap menceraikanmu.
Lisse
23/07/2021
Pada sebuah kisah perjalanan
(Hidup penuh dengan cobaan, tetapi dengan kekuatan Iman semua godaan bisa ditakhlukkan)

Komentar
Posting Komentar